Pages

My Blog List

Sunday, January 6, 2008

Wisang masuk sekolah

Hari ini, tanggal 6 January 2008 jam 8.30 waktu Abu Dhabi, adalah saat pertama Wisang, pangeran kami, masuk sekolah, lebih tepatnya Play Group karena usianya baru 3 tahun 3 bulan dan 13 hari. Untuk sekolah ini, Wisang kami masukkan ke Edu Scan di Abu Dhabi, jaraknya satu blok dari tempat tinggal kami.

Tidak ada anak yang langsung bersemangat ketika pertama masuk sekolah termasuk Wisang. Bahkan ketika masuk perguruan tinggipun sebagian besar orang termasuk saya, akan canggung, takut sendiri dan salah tingkah.

Ketika Wisang harus masuk kelas dan diperkenalkan ke teman-temannya, ibunya tidak boleh ikut, bahkan untuk mengintip saja. Akibatnya Wisang langsung nangis ketika mesti berpisah sama ibunya untuk memulai sekolah. Selama ini, dia hampir tidak pernah lepas dari ibunya, bahkan setelah ada Nisrin pun. Pernah sebentar ketika hari-hari pertama kami menempati tempat tinggal kami di Khalidiya, wisang mencoba tidur sendiri dikamarnya dengan tujuan biar belajar mandiri. Tapi kemudian kami merasa ada sesuatu yang kurang serta sepi dan membawanya tidur bareng lagi. Memang mengajari tidur terpisah dari orang tua mungkin bisa membantu kemandirian seorang anak, tapi itu bukan hal mutlak untuk mendidik anak mandiri.

Wisang anak yang ceria, banyak bertanya dan omongnya juga sangat banyak dan juga suka usil. Dia anak yang cerdas dan sangat bersemangat kalau melihat sesuatu, apalagi yang baru. Tidak terlalu sulit dan tidak terlalu lama buat kami untuk mengajarkan segala sesuatu. Dia mudah beradaptasi dan mudah sekali berteman dengan orang lain. Keberanian dia untuk menirukan bahasa lain selain bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pertamanya, banyak membantunya dalam mempelajari bahasa lain seperti bahasa Jawa yang dipakai ayah ibunya setiap hari dan bahasa Inggris yang dia dengarkan di film-film anak-anak, terutama film Thomas&Friends dan The Cars favoritnya. Memang sudah sepatutnya kita sebagai orang tua untuk menjauhkan diri dari sikap menyalahkan anak selama proses belajar berjalan karena hanya akan membuat kecil hatinya. Sebaliknya, membetulkannya dengan cara terlibat langsung seperti ikut bernyanyi dengan lafal yang benar, akan membantu anak untuk mengingat yang benar.

Wisang anak yang mandiri. Berapa lama dia tidak punya teman bermain sebaya disekitarnya? Cukup lama wisang bermain-main sendiri dan bisa menghibur dirinya sendiri dengan baik. Tentunya kami juga sebanyak mungkin menghabiskan waktu untuk menemaninya. Sekarang, adiknya sudah bisa diajak untuk bermain-main sehingga Wisang sudah punya teman. Dia juga kami ajarkan untuk menghormati dan menyangi adiknya. Mainan yang lagi dipakai adiknya tidak boleh dia ambil sebagai cara mengajari dia untuk menghormati adiknya.

Kami mengajari Wisang mandiri dengan cara memberinya tanggung jawab. Dia harus sebisa mungkin membereskan mainannya ketika selesai. Dia harus menaruh pakaian kotornya ditempat cucian, dia harus memasukkan dan merapikan kembali sepatu dan sandal yang telah dipakai. Bahkan sekarang ini dia memilih untuk menyikat giginya sendiri, memilih serta memakai pakaiannya sendiri.

Kami mendidiknya dengan fleksibel, penuh cinta kasih dan bertanggungjawab. Ada kalanya dia harus dijewer kalau hal-hal prinsip dilanggarnya seperti masalah sopan-santun dan tidak serius ketika belajar. Kami membiarkan dia berbuat apa saja asal tidak membahayakan dirinya dan orang lain dan tidak melanggar norma-norma sopan santun dan agama. Kami tidak akan menuruti permintaannya ketika dia memintanya dalam keadaan emosi atau menangis.

Tiap habis sholat, kami selalu berdoa semoga dia dan adiknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah dan bisa menjadi penerang dan pemimpin orang yang beriman seperti doa yang dianjurkan dalam Al-Quran.

Tak terasa, Wisang sudah berinjak dari usia bayi menjadi anak-anak. Kami bangga padamu Wisang.

AUH-6Jan2008

Karakter yang baik

Pagi ini, ada teman sekantor yang kebetulan adalah orang lokal yang baru balik dari ibadah haji. Dia cerita bagaimana menakjubkannya selama disana. Kebetulan yang diceritakan adalah mengenai takjubnya dia melihat lebih dua juta orang ditempat yang sama, bukan takjub pada ibadahnya itu sendiri.

Ada satu hal yang mengusik perhatian saya. Ketika teman satu ruangan menanyakan bagaimana selama disana, dia menyebutkan bahwa selama disana segala sesuatu berjalan relatif lancar. Tapi karena jamaah haji berasal dari berbagai latarbelakang, masih banyak jamaah yang susah diatur terutama yang latar belakang pendidikannya rendah dan orang-orang dari dunia ketiga, imbuhnya. Ketika menyatakan hal itu, ada suatu sorot mata yang sepertinya menahan rasa tidak enak sama saya. Mungkin dia lupa sebelumnya kalau saya dari Negara yang dikategorikan dunia ketiga ini. Sebuah kategorisasi yang sangat arogan dan tidak manusiawi.

Kali ini saya tidak tertarik merenungkan masalah kategorisasi dunia ketiga ini. Tapi ada hal yang sangat mendasar yang menjadi syarat mabrurnya ibadah haji, yaitu perasaan dan hati yang bersih dan ihlas selama ibadah haji berlangsung, yang telah telah dilanggar. Dengan menyebutkan bahwa orang-orang dari dunia ketiga tadi susah diatur, menurut saya, syarat mendasar tadi tidak terpenuhi. Syarat ini memang sangat mudah diucapkan dan dipahami, sangat sederhana tapi sangat sulit untuk diterapkan. Hanya orang dengan ahlak yang baik yang bisa menerapkannya.

Kebetulan beberapa jumat yang lalu, khatib favorit di salah satu masjid di Al Khalidiya, yang dari logat bahasanya seperti berasal dari Amerika Utara mengupas masalah karakter mulia ini. Pada saat itu pula saya pertama kali memahami apa maksud dari kata ahlak yang sering kita dengar. Ahlak yang merupakan bahasa arab, diterjemahkan dengan pas sebagai karakter.

Untuk mencapai suatu tahapan karakter yang baik, seperti yang dicontohkan dan diajarkan Rasululloh SAW, memerlukan suatu proses yang tidak pernah henti. Dibutuhkan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai kualitas karakter atau ahlak yang baik. Karakter yang baik tidak datang begitu saja seperti sebuah hadiah, namun harus diusahakan dan dipelajari yang kemudian akan tercerminkan dengan sendirinya dalam tigkah laku kita. Bukankah Rasululloh SAW ini tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan karakter manusia ini?

Sebuah syarat yang sangat sederhana, tapi membutuhkan usaha seumur hidup untuk mencapainya. Tak heran hanya segelintir orang-orang yang hajinya mabrur dan tak heran pula imbalan haji mabrur begitu tingginya. Mungkin orang yang sudah mencapai kualitas karakter yang baik tidak akan pernah menulis uneg-uneg seperti ini....

MSU/AUH/6Jan08